Agama untuk Semua
Ikrar kita untuk memeluk agama ini, membawa pada keharusan untuk menebar rahmat ke seluruh alam. Sesungguhnya Islam diturunkan untuk seluruh ummat manusia (kaffatan linnas). Karena agama ini untuk seluruh manusia, maka kita bertanggung-jawab untuk menjadikan semua manusia merasakan manfaat hadirnya Islam di antara mereka.
Sudah saatnya kita mulai berpikir untuk menghadirkan agama ini bagi semua. Kegersangan jiwa yang merebak di mana-mana, kelaparan ruhani yang menerpa manusia, merupakan isyarat-isyarat yang memanggil kita untuk menebarkan kesejukan dan keindahan agama ini. Sesungguhnya kegersangan jiwa yang rasanya kian merata adalah karena jauhnya kita, umat manusia, dari terpenuhinya kerinduan ruhani kita untuk menemukan “sesuatu” yang sesuai dengan fitrahnya.
Hari-hari ini, kita mendapati diri kita amat jauh dari agama kita sendiri, tidak terkecuali yang menulis renungan ini. Islam menunjukkan kepada kita bahwa agama ini merupakan kebutuhan bagi segenap dan seluruh umat manusia. Tetapi, alangkah sering dakwah kita justru semakin menyempit. Kita tidak lagi memandang setiap manusia sebagai jiwa-jiwa yang layak disantuni agar mendapatkan kesejukan ruhani dan merasakan indahnya ajaran agama ini.
Sebaliknya, astaghfirullahal ‘adzim, hari-hari ini alangkah banyak di antara kita yang berdakwah hanya untuk kelompoknya sendiri. Majelis-majelis ilmu diselenggarakan hanya untuk golongannya sendiri, kaumnya sendiri, harakahnya sendiri. Bukan untuk segenap dan seluruh umat manusia.
Kita bisa tersenyum kepada orang lain hanya apabila orang tersesebut masuk dalam kelompok kita. Tetapi kita mudah curiga, pendapat dia ditentang begitu saja tanpa memerhatikan dasar-dasarnya, hanya karena mereka datang dari kelompok yang berbeda. Padahal, sama-sama mengakui tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Di saat yang sama, ada sebagian saudara kita yang atas nama rahmatan lil ‘alamin justru meniadakan kesucian, keagungan dan keteraturan agama ini demi mendapatkan ridha manusia. Mereka minder dengan agamanya, memandang Islam sebagai penyebab kekerasan hanya karena ada yang menuding agama ini sebagai penyulut kekerasan, demi menutupi kejahatan mereka yang telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Kita menganggap agama ini harus diluruskan hanya karena ingin mendapatkan pujian dari orang yang sesungguhnya telah menginjak-injak agama ini atas nama perdamaian.
Ini berarti, bagaimana kita menebar kebaikan, keutamaan, kemuliaan dan kesucian kepada segenap umat manusia haruslah dengan berpijak pada bagaimana Allah dan Rasul-Nya membimbing kita. Kita berdiri menghormati iringan jenazah orang kafir yang diantar ke pemakaman misalnya, karena inilah yang dicontohkan oleh Nabi Saw. Kita menjaga hubungan baik dengan tetangga non-Muslim karena menghormati hak-hak mereka sebagai tetangga sebagaimana Islam memerintahkannya kepada kita. Penghormatan itu kita lakukan dengan ‘izzah (harga diri) yang mantap dan kokoh, sehingga manusia merasakan keindahan ajaran ini. Bukan sebaliknya, kita menghormati karena malu apabila dianggap tidak toleran. Yang demikian ini justru menjadikan manusia tidak bisa merasakan kemuliaan dan keindahan Islam. Tidak terkecuali diri kita sendiri sebagai pemeluknya.
Agar mampu bertindak dengan benar dan tepat, ada yang harus kita persiapkan. Sekurang-kurangnya ada dua hal yang perlu kita miliki, yakni persiapan ilmu yang bersifat terus-menerus dan persiapan ruhiyah atau persiapan hati yang juga terus-menerus kita lakukan. Persiapan ilmu kita lakukan agar kita tidak salah dalam menilai serta tidak keliru dalam melangkah.
Agama ini melingkupi aspek kehidupan yang sangat luas. Tidak hanya mengurusi tata cara berwudhu dan mengurusi jenazah. Kalau kita tidak membuka diri untuk belajar, boleh jadi kita menyesalkan kenapa dalam satu perkara agama tidak mengaturnya, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah masyarakat Muslim yang belum tersentuh oleh ajaran agamanya sendiri.
Adapun persiapan hati yang bersifat terus-menerus, antara lain agar kesucian niat kita terjaga, kekotoran yang ada di dalamnya dapat terhapuskan dan hati kita senantiasa dapat meraih kelembutan. Kita ingatkan saudara kita bukan karena kita membencinya. Tetapi, karena kita sangat menginginkan ia berada dalam kebaikan dan kasih-sayang Allah.
Wallahu a’lam bishawab.
Maka, tatkala saya bertanya tentang zakat profesi, sungguh ada kebutuhan bagi diri saya untuk mengerti agar tidak menjalani agama ini tanpa ilmu. Pada saat yang sama ia merupakan ajakan kepada setiap muslimin untuk turut melakukan amal shalih dengan membagi ilmu yang dipahaminya, sehingga kalau setuju bukan karena membela, kalau menolak bukan karena benci. Setuju dan tidak adalah soal bagaimana mengimani agama ini dengan ilmu dan menegakkan kasih-sayang sesama kita, juga dengan iman dan ilmu.
Semoga Allah menolong kita dan memperbaiki diri kita seluruhnya.
Oleh : Muhammad Fauzil Adhim
0 komentar :
Posting Komentar